Komandanpangan.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini membantah klaim bahwa harga beras di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Menurut Jokowi, banyak yang tidak memperhitungkan biaya tambahan dari skema impor Free on Board (FOB), yang membuat harga beras meningkat ketika masuk ke pasar Indonesia. Skema FOB sendiri mengharuskan Indonesia, sebagai importir, untuk membayar biaya distribusi dari pelabuhan hingga ke gudang distribusi besar.
“Coba dilihat harga beras FOB itu berapa? Kira-kira US$ 530-600, ditambah cost freight kira-kira US$ 40-an, dihitung berapa. Kalau bandingkan itu mestinya di konsumen itu akan keliatan,” ungkap Jokowi seperti dikutip pada Kamis (26/09).
Dalam perhitungan Jokowi, harga beras FOB berkisar antara US$ 530 hingga US$ 600 per ton, atau setara dengan Rp 8-9 juta per ton. Selain itu, ada biaya tambahan untuk distribusi (cost freight) yang mencapai sekitar US$ 40 per ton, atau sekitar Rp 606 ribu per ton.
Dengan perhitungan ini, harga beras impor per kilogram bisa mencapai Rp 8.600 hingga Rp 9.600. Hal ini menunjukkan bahwa klaim harga beras Indonesia sebagai yang termahal tidak sepenuhnya benar jika melihat keseluruhan biaya.
Indonesia sendiri dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan volume impor beras. Pada tahun 2023, Indonesia mengimpor sekitar 3 juta ton beras, dan tahun ini kuota impor ditetapkan hingga 3,6 juta ton.
Tingginya impor beras ini menimbulkan berbagai tanggapan, termasuk dari Bank Dunia yang menyebut harga beras Indonesia terlalu tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso, menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama tingginya harga beras di Indonesia adalah rantai pasok yang sangat panjang.
Menurutnya, rantai pasok yang kompleks memperburuk distribusi beras dari petani hingga konsumen, ditambah dengan kesulitan petani dalam mendapatkan pupuk dan bibit berkualitas.
“Nah saya biasa di lapangan, memang betul panjang (rantai pasok). Jadi dari petani itu, petani yang bekerja 4 bulan sudah mendapatkan pupuknya susah, ya kan, mendapatkan benih yang berkualitas juga susah, sehingga ada yang beli melalui online, online kualitasnya tidak jelas. Yang begini harusnya dikontrol, sehingga produktivitas terganggu,” jelas dia.
Selain itu, proses distribusi setelah panen juga melibatkan banyak perantara atau makelar yang semakin memperpanjang jalur distribusi. Sutarto menambahkan bahwa meski harga beras di Indonesia terbilang tinggi, masih ada negara lain di ASEAN seperti Singapura yang memiliki harga beras lebih tinggi dari Indonesia.
Panjang rantai distribusi ini dan tantangan di sektor pertanian inilah yang menurut Sutarto menjadi faktor utama di balik mahalnya harga beras di Indonesia.
Baca Juga: Program Makanan Bergizi Gratis Jakarta, 5.389 Paket Disalurkan Selama Uji Coba