Beberapa pengamat menilai Indonesia telah berhasil meningkatkan produksi beras dan jagung dalam negeri.
Edi Santosa, Kepala Riset Kebijakan Pertanian Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), menilai upaya Kementerian Pertanian untuk meningkatkan hasil panen padi dan jagung perlahan tapi pasti mulai menunjukkan hasil positif.
Hal ini terlihat dari data perhitungan BPS tahun 2019. Pada tahun tersebut produksi beras mencapai 5,11 t/ha, kemudian meningkat menjadi 5,13 t/ha pada tahun 2020 dan 5,22 t/ha pada tahun 2021.
Menurut Edi, di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, peningkatan hasil panen padi dan jagung tidak terlepas dari pengembangan kualitas benih, penyediaan pupuk, dan penggunaan mesin pertanian.
“Saya kira peningkatan ini tidak lepas dari 3 hal itu tadi. Dan menurut saya inilah yang disebut pertanian maju, mandiri dan modern di bawah Menteri SYL,” ujar Guru Besar IPB tersebut, Jumat (8/4).
Edi menilai tantangan produksi padi saat ini tidaklah mudah. Selain itu, Indonesia dan seluruh dunia sedang menghadapi badai krisis pandemi yang berkepanjangan. Belum lagi adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga-harga.
“Indonesia adalah negara yang cukup berhasil dalam meningkatkan produksi padi dan jagung sehingga pasokannya selalu stabil, terutama di saat pandemi seperti saat ini,” ujarnya.
Menurut Program Pangan Dunia (FAO), pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat kedua dalam produktivitas di antara sembilan negara FAO penghasil beras di benua Asia. Di Asia, produktivitas Indonesia berada di urutan kedua setelah Vietnam.
Produktivitas tertinggi adalah Vietnam dengan volume produksi mencapai 5,89 ton/hektar, disusul Indonesia 5,19 ton/hektar, Bangladesh 4,74 ton/hektar, Philipina 3,97 ton/hektar, India 3,88 ton/hektar, Pakistan 3,84 ton/hektar, Myanmar 3,79 ton/hektar, Kamboja 3,57 ton/hektar dan Thailand 3.l,09 ton/hektar.
“Oleh karena itu, keberhasilan ini perlu kita dukung bersama agar ke depan Indonesia menjadi negara yang kuat dan berdaulat atas pangannya sendiri,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat pangan dari Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo, mengapresiasi keberhasilan Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi beras dan jagung di seluruh tanah air. Baginya, keberhasilan ini membuktikan bahwa Indonesia adalah negara agraris yang sangat kuat yang bisa diabaikan di kancah internasional.
“Yang pasti, kita telah menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa kita adalah negara agraris terkuat yang memiliki potensi besar di sektor pertanian,” katanya.
Beberapa pengamat menilai Indonesia telah berhasil meningkatkan produksi beras dan jagung dalam negeri.
Edi Santosa, Kepala Riset Kebijakan Pertanian Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), menilai upaya Kementerian Pertanian untuk meningkatkan hasil panen padi dan jagung perlahan tapi pasti mulai menunjukkan hasil positif.
Hal ini terlihat dari data perhitungan BPS tahun 2019. Pada tahun tersebut produksi beras mencapai 5,11 t/ha, kemudian meningkat menjadi 5,13 t/ha pada tahun 2020 dan 5,22 t/ha pada tahun 2021.
Menurut Edi, di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, peningkatan hasil panen padi dan jagung tidak terlepas dari pengembangan kualitas benih, penyediaan pupuk, dan penggunaan mesin pertanian.
“Saya kira peningkatan ini tidak lepas dari 3 hal itu tadi. Dan menurut saya inilah yang disebut pertanian maju, mandiri dan modern di bawah Menteri SYL,” ujar Guru Besar IPB tersebut, Jumat (8/4).
Edi menilai tantangan produksi padi saat ini tidaklah mudah. Selain itu, Indonesia dan seluruh dunia sedang menghadapi badai krisis pandemi yang berkepanjangan. Belum lagi adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga-harga.
“Indonesia adalah negara yang cukup berhasil dalam meningkatkan produksi padi dan jagung sehingga pasokannya selalu stabil, terutama di saat pandemi seperti saat ini,” ujarnya.
Menurut Program Pangan Dunia (FAO), pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat kedua dalam produktivitas di antara sembilan negara FAO penghasil beras di benua Asia. Di Asia, produktivitas Indonesia berada di urutan kedua setelah Vietnam.
Produktivitas tertinggi adalah Vietnam dengan volume produksi mencapai 5,89 ton/hektar, disusul Indonesia 5,19 ton/hektar, Bangladesh 4,74 ton/hektar, Philipina 3,97 ton/hektar, India 3,88 ton/hektar, Pakistan 3,84 ton/hektar, Myanmar 3,79 ton/hektar, Kamboja 3,57 ton/hektar dan Thailand 3.l,09 ton/hektar.
“Oleh karena itu, keberhasilan ini perlu kita dukung bersama agar ke depan Indonesia menjadi negara yang kuat dan berdaulat atas pangannya sendiri,” ujarnya.
Secara terpisah, pengamat pangan dari Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo, mengapresiasi keberhasilan Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi beras dan jagung di seluruh tanah air. Baginya, keberhasilan ini membuktikan bahwa Indonesia adalah negara agraris yang sangat kuat yang bisa diabaikan di kancah internasional.
“Yang pasti, kita telah menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa kita adalah negara agraris terkuat yang memiliki potensi besar di sektor pertanian,” katanya.