Jakarta – Menjelang akhir 2021, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bakal terjadinya fenomena La Nina, saat curah hujan sangat tinggi dari biasanya.
Pemerintah dan masyarakat harus menaruh perhatian yang besar pada sektor pangan, tujuannya demi mengurangi potensi terjadinya kerugian besar. Bila tak diantisipasi maka dampaknya pada produksi pangan bisa berakibat gagal panen.
Namun kalangan petani menilai saat ini belum ada persiapan yang maksimal, hal ini berdasarkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tebu Republik Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun mengungkapkan bahwa gairah petani pun turun dari hari ke hari.
Baca juga : Indonesia Perlu Regenerasi Petani Untuk Jadi Lumbung Pangan Dunia
“Pemerintah harus tanggap (antisipasi La Nina), untuk itu kebutuhan petani harus tepat waktu, pupuk tepat waktu, tepat jenis dan tepat jumlah. Sekarang cari pupuk susah ini. Sudah nggak ada pupuk subsidi. 90% bahkan banyak yang 100% menggunakan pupuk non subsidi,” katanya disadur dari CNBC Indonesia, Senin (1/11/21).
Ia menyatakan telah melakukan sejumlah kunjungan ke beberapa wilayah Subang, Madiun, hingga Malang, dan sebagian besar menyuarakan kekurangan pupuk. Hal seperti ini yang berpotensi membuat produksi tidak berjalan maksimal dalam menghadapi la nina. Selain berpotensi mengurangi produksi, kualitas rendemen tebu pun bakal menurun.
“Kalau merawat tanaman tebunya bagus dengan makin banyak air diuntungkan, tapi pupuknya aja susah, biaya perawatan nggak ada masih bingung cari utangan, ya hujan akan berlalu atau jadi angin lalu. Tapi kalau pupuk tepat waktu, ada traktor, kebutuhannya ada, maka akan jadi menguntungkan. Pemerintah yang harus merubah sikap ke kita,” sebut Soemitro.
Baca juga : Kementan harap Holding BUMN Pangan mudahkan koordinasi perencanaan
Pemerintah perlu mengambil langkah cepat dan tepat dalam menyikapi masalah ini. Pasalnya, La Nina tahun ini diprediksikan relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20 – 70% di atas normalnya.
“Pemerintah harus memberi perhatian lebih di kedua sektor tersebut, karena dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama dan penyakit tanaman, serta juga mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (29/10/2021).
Baca juga : Jokowi Pidato Kenegaraan, Pakar: Pasti Soal Pandemi dan Klaim Ekonomi Naik
Sumber : CNBC Indonesia