Jakarta – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyiapkan langkah-langkah antisipasi guna menghadapi bencana hidrometeorologi yang diprediksi terjadi di Tanah Air jelang akhir tahun.
“Polri beserta jajarannya telah diinstruksikan untuk menyiapkan setiap langkah antisipasi terhadap bencana alam yang berpotensi di Indonesia,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada ANTARA saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Ia mencontohkan, langkah-langkah antisipatif yang dimaksudkan, seperti penyiapan personel yang ditugaskan ketika terjadi bencana, serta langkah-langkah ketika ada bencana, seperti pendistribusian logistik.
“Tentunya layanan kesiapsiagaan personel, menangani pelayanan kesehatan dan logistik,” ujar Ramadhan.
Menurut Ramadhan, dalam melakukan antisipasi tersebut, Polri akan berkoordinasi bersama pemerintah daerah dan “stakeholders” lainnya secara intensif.
“Koordinasi dengan pemerintah daerah, TNI juga. Berkoordinasi dengan pemda itu seperti BNPB maupun BPBD di wilayah, agar lebih sigap dalam melakukan antisipasi bencana,” terang Ramadhan.
Baca juga: Wagub DKI: Pemerintah sudah antisipasi bencana hidrometeorologi
Selain itu, kata Ramadhan, Polri akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani mitigasi bencana, salah satu kegiatannya melakukan pelatihan penanggulangan bencana baik kepada masyarakat atau mitra kepolisian.
“Polri menyiapkan satgas tentunya akan melakukan pelatihan penanganan bencana,” ujarnya.
Seperti November 2020 lalu, Divisi Humas Polri mengadakan pelatihan peliputan bencana banjir untuk awak media di Jakarta.
Ramadhan memastikan Polri beserta seluruh jajaran di wilayah (polda, polres dan polsek) menyiapkan upaya-upaya antisipasi menghadapi bencana alam hidrometeorologi.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memontoring terjadinya pendinginan suhu muka air laut di Samudra Pasifik ekuator sejak 10 hari (dasarian) pertama Oktober 2021 yang mencapai minus 0,61.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terjadi fenomena La Nina, karena secara teori telah melewati ambang batas 0,5 sebagai syarat terjadinya La Nina dengan intensitas lemah.
Baca juga: Pemerintah perlu antisipasi dampak ekonomi bencana hidrometeorologi
La Nina adalah fenomena yang dikontrol oleh perbedaan suhu muka air laut antara Samudra Pasifik bagian tengah (ekuator) dengan wilayah perairan Indonesia, sehingga suhu muka laut di wilayah Indonesia menjadi lebih hangat.
Kondisi tersebut menyebabkan tekanan udara yang mendorong pembentukan awan dan berdampak terjadi peningkatan curah hujan.
Seperti pengalaman La Nina pada 2020, terjadi peningkatan curah hujan 20-70 persen lebih tinggi dari normalnya dalam sebulan.
Kondisi tersebut tentu semakin mengkhawatirkan terlebih lagi Indonesia saat ini memasuki musim hujan. Maka perlu diwaspadai potensi terjadinya peningkatan bencana hidrometeorologi.
BMKG mengingatkan adanya potensi bencana alam akibat tingginya curah hujan pada akhir 2021 dan awal 2022.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan kondisi curah, hujan diprakirakan terjadi mulai November, Desember 2021, dan berlanjut pada Januari dan Februari 2022.
Baca juga: Ketua DPD minta pemda antisipasi curah hujan tinggi
Sumber: (ANTARA)