Jakarta – Kementerian Pertanian mencatat capaian peningkatan kenaikan daya beli petani dan usaha petani di awal 2021. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Januari 2021, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional sebesar 103,26 atau naik 0,01 persen dibanding NTP bulan lalu.
Sementara itu, kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,45 persen, atau meningkat dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,44 persen. Kenaikan juga terjadi pada Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional sebesar 104,01 atau naik 0,01 persen dibanding NTUP bulan lalu.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan peningkatan tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait perbaikan taraf hidup petani. Adapun saat ini Kementan memfokuskan program pada peningkatan produksi berbasis pertanian maju, mandiri dan modern, serta kualitas pangan berdaya saing ekspor.
“Fungsi Kementan adalah bagian-bagian energi bagi semua pihak untuk menjaga ketahanan pangan nasional dalam kondisi aman dan terkendali, terutama saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini. Ke depan target kita adalah meningkatkan kesejahteraan petani sebagai agenda yang paling utama,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (01/02/2021).
Lebih lanjut ia menjelaskan program kerja utama Kementan 2021 menyasar pada peningkatan ketahanan pangan dan nilai tambah ekspor. Dalam hal ini, Kementan akan meningkatkan produktivitas pertanian dengan memberi perhatian yang lebih solutif ke daerah yang mengalami defisit. Syahrul menilai langkah tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
“Tugas kita yang bergerak di sektor pertanian ini tidak kecil. Mau seperti apapun kondisi pandemi saat ini, kita harus terus memastikan kebutuhan pangan 273 jiwa warga Indonesia. Sekarang ini kita harus bisa memaksimalkan potensi produk kita untuk ekspor. Lihat data kabupaten, mana saja yang membutuhkan bantuan. Kita harus bantu fasilitasi,” jelasnya.
Di sisi lain, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan kenaikan NTP dan NTUP merupakan hasil kerja keras para petani di seluruh Indonesia, serta dukungan pemerintah daerah dan semua pelaku usaha sektor pertanian.
Kuntoro menyebut sinergitas ini terwujud berkat dorongan dari SYL. Hal ini mengingat membangun pertanian adalah tugas negara sehingga harus melibatkan semua elemen.
“Ini adalah capaian yang membanggakan sekaligus modal awal untuk mengawali kinerja sektor pertanian. Capaian ini juga tak lepas dari kerja keras para petani sebagai ujung tombak pertanian Indonesia,” katanya.
Kuntoro menambahkan hingga saat ini, Kementan tetap menjalankan berbagai program dan terus mengawal para petani di lapangan. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara harga di tingkat petani dan konsumen.
“Upaya pemerintah dalam pengendalian harga di tingkat petani maupun tingkat konsumen ini berdampak pada peningkatan daya beli petani. Di satu sisi, petani untung karena produk yang mereka hasilkan dibeli dengan harga tinggi. Di sisi lain, mereka pun bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok dengan harga terjangkau,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengatakan adanya kenaikan NTP subsektor pertanian disebabkan oleh subsektor hortikultura dan tanaman perkebunan rakyat, salah satunya cabai rawit.
Ia menjelaskan komoditas yang mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani hortikultura sebelumnya adalah cabai rawit, cabai merah, tomat, kol, kubis, wortel, kentang, jeruk dan cabai hijau
“NTP tanaman hortikultura mengalami kenaikan sebesar 1 persen karena indeks harga yang diterima petani lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani karena adanya kenaikan harga cabe rawit,” pungkasnya.
Sebagai informasi, data BPS juga mencatat adanya kenaikan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar 3,03 persen, yakni Rp 4.921 per kg dan di tingkat penggilingan 3,10 persen, yakni Rp 5.026 per kg. Harga ini meningkat dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.
Sedangkan, rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani Rp 5.318 per kg atau turun 0,73 persen dan di tingkat penggilingan Rp 5.432 per kg atau turun 0,80 persen.
(mul/mpr)