Jakarta – Para petani di Kalimantan Tengah, khususnya yang berada di wilayah Food Estate memasuki masa panen. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) memperkirakan rata-rata hasil panen padi yang didapatkan mencapai 4-6 ton per hektare.
“Kami sudah melihat kondisi lahan dan pertanaman, dan siap dilakukan panen pada minggu pertama Februari sekitar 200-250 hektare,” jelas Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng Syamsuddin dalam keterangan tertulis, Minggu (31/1/2021).
Ia menambahkan varietas yang ditanam di lokasi tersebut dipilih berdasarkan preferensi dari para petani, seperti varietas Inpari 32 dan Inpari 42 yang sudah cukup lama dikenal dan ditanam para petani di wilayah tersebut.
“Varietas tersebut menjadi primadona karena memiliki rendemen beras tinggi dan saat ini harga gabah konsumsi mencapai Rp 5.300 per kg,” rinci Syamsuddin.
Beberapa petani yang sudah memanen mengaku mendapatkan hasil yang menggembirakan. Salah satunya petani padi di Desa Belanti Siam, Taufik, yang mampu memperoleh hasil sekitar 6,4 ton per hektare. Ia mengungkapkan hasil panen yang diperoleh lebih baik dibandingkan musim panen sebelumnya.
“Varietas yang kami tanam Inpari 42 dan alhamdulillah hasilnya meningkat daripada kemarin. Hasil panen ini juga siap kami gunakan sebagai benih,” jelas Taufik.
Petani dari kelompok tani Rukun Santosa Desa Belanti Siam, Wasis Haryanto, mengungkapkan dengan mengikuti program Food Estate mencapai 5,1 ton per hektare menggunakan varietas Inpari 42. Sebagian dari Inpari 42 itu digunakan untuk benih. Petani berusia 35 tahun ini berharap pemerintah terus memberikan pendampingan pada para petani di wilayahnya.
“Saya senang dengan adanya program Food Estate ini, dan kami ingin terus didampingi supaya hasilnya bisa lebih baik lagi,” ungkap Wasis.
Petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) Desa Belanti Siam Edi Subairi menambahkan di total lahan pertanian di Belanti Siam mencapai 1.000 hektare. Pada musim panen kali ini, rata-rata dihasilkan 5,5-5,6 ton padi per hektare.
“Memang ada di beberapa titik hasil kurang memuaskan, karena faktor iklim yaitu padi roboh, sehingga petani panen di awal dan hasil tidak maksimal,” jelas Edi.
Menyikapi masalah tersebut, Syamsuddin menjelaskan pihaknya telah memberikan rekomendasi kepada petani untuk melakukan tanam pindah guna memperkuat perakaran tanaman sehingga memperkecil kemungkinan roboh. Namun Edi mengatakan masih ada beberapa petani yang terbiasa dengan cara tanam tabur.
“Namun beberapa masih terbiasa dengan cara tanam tabur sehingga tanaman tidak mampu menahan terpaan angin sehingga tanaman roboh dan panen harus dipercepat,” imbuh Edi.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun beberapa kali menyatakan optimismenya terhadap program Food Estate. Ia melihat program tersebut akan memberikan hasil yang baik, namun tak menutup kemungkinan adanya tantangan di lapangan.
“Ini lahan yang sangat dinamis, tidak seperti di Jawa, Sumatera, atau Sulawesi. Di sini lahan rawa, kontur tanahnya ada yang dalam, sedang, datar, dan cukup bagus. Oleh karena itu, dinamika lapangan juga ada,” kata Syahrul beberapa waktu lalu.
Syahrul menerangkan penerapan mekanisasi serta teknologi pertanian alam program Food Estate diharapkan dapat mengoptimalkan rawa menjadi lahan pertanian produktif dan meningkatkan produksi pertanian.
Sementara itu, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry menerangkan sejak dimulainya program Food Estate, pihaknya telah menerjunkan tim untuk melakukan pengkajian, memberikan rekomendasi dan memberi pendampingan kepada pemerintah daerah setempat ataupun langsung kepada petani.
“Food Estate adalah program super prioritas, di sini kami juga telah membangun center of excellent yaitu model ideal food estate yang sesuai dengan kondisi petani serta peluang industri. Lokasi tersebut yang akan menjadi pusat percontohan bagi kawasan di sekitarnya,” ulas Fadjry.
Terkait penerapan teknologi pertanian, Fadjry menuturkan Balitbangtan sudah menerapkan teknologi budidaya Rawa Intensif, Super dan Aktual (RAISA) yang dapat mendukung produksi padi pada lahan dengan kandungan zat besi dan natrium yang tinggi.
“Dengan aplikasi teknologi ini akan dapat meningkatkan produktivitas padi serta diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200 atau bahkan IP 300 dalam setahun,” tandasnya.
(fhs/hns)