Jakarta – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dicecar habis Komisi IV DPR RI soal kelangkaan pupuk subsidi. Masalah subsidi pupuk ini pun pernah disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal efektivitasnya.
Kali ini anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia juga meminta penjelasan Syahrul soal efektivitas subsidi pupuk. Menurutnya, selama ini pupuk subsidi yang harganya murah ini langka di lapangan, sehingga tidak banyak yang bisa dirasakan oleh para petani kecil.
“Rp 33 triliun itu disinggung pak Presiden, subsidi pupuk output-nya ini signifikan atau tidak? Toh kelangkaan pupuk masih ada di lapangan,” ujar Rizky dalam rapat kerja di ruang Komisi IV, Gedung DPR Jakarta, Senin (8/2/2021).
Bahkan saking jengkelnya, menurut laporan yang didapat Riezky, para petani sampai mengatakan tidak usah diberikan subsidi sekalian apabila ada subsidi tapi susah didapatkan.
“Ini saya mau sampaikan juga, bukan aspirasi kami pribadi ya pak, ini dari petani. Mereka bilang ke saya, daripada ribet, mending dicabut aja subsidinya. Besar harapan saya jajaran bapak cek, survei lah di lapangan langsung,” ujar Rizky.
Di sisi lain, anggota komisi lainnya, Andi Akmal melaporkan bahwa ada permainan yang menyusahkan petani kecil dalam distribusi pupuk subsidi. Hal ini juga yang membuat pupuk subsidi langka di lapangan.
Dia mengatakan ada distributor di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang sengaja menjual pupuk subsidi hingga Rp 10.000 per kilogram (kg). Harga itu jauh dari harga yang ditetapkan.
“Sumber masalah bukan cuma di Kementan, ini ada distributor juga, di dapil kami ini pak, petani dipaksa membeli pupuk subsidi Rp 10.000 per kilogram, jadi kalau 50 kilogram ya Rp 500.000 dia pak. Kalau tidak mau, ya nggak dapat haknya dia subsidi ini,” ungkap Andi.
Dia mengatakan PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku produsen harusnya juga menetapkan sistem pemantauan pada distribusi di lapangan.
“Ini harusnya dipantau dari Pupuk Indonesia juga, ada nggak sistem monitoring digital? Ada nggak distributor masuk penjara karena selewengkan harga pupuk subsidi,” ujar Andi.
“Kalau bisa, ini BUMDes kita aja jadi pengecer gitu pak,” lanjutnya.
Syahrul pun menjawab semua pertanyaan soal subsidi pupuk. Soal efektivitasnya, Syahrul mengatakan dengan adanya subsidi pupuk sudah terlihat kenaikan produksi dari para petani dari rata-rata 4 ton per hektare, kini menjadi 5,2 ton per hektare.
“Saya kira kalau diteliti dari pupuk subsidi belum ada, hanya 4 ton per hektare, ini sudah terlalu bagus. Setelah ada pupuk ini pertumbuhannya 5,2 juta ton per hektare,” ujar Syahrul.
Dia kemudian membandingkan produktivitas produksi pertanian dengan negara lain. Menurut data Organisasi Pangan Dunia (FAO) di India produktivitasnya hanya 3,8 ton per hektare, di Bangladesh 4,7 ton per hektare, di Thailand 3,09 ton per hektare, di Myanmar 3,9 ton per hektare, dan di Kamboja 3,5 ton per hektare.
“Apakah ini berhasil dan tidak berhasil, data ini harus dipertimbangkan. Kalau tidak ada pupuk, pasti turun di bawah 5 juta ton,” ujar Syahrul.
Syahrul melanjutkan soal adanya permainan dari distributor pupuk dia mengakui hal itu memang bisa saja terjadi. Dia meminta anggota Komisi IV yang memiliki informasi soal permainan distributor agar melapor untuk diusut oleh pihaknya.
“Agen yang dominan di bawah memang suka jadi permainan tertentu. Pertanian itu terlalu banyak permainan yang dihadapi dari luar, kami akan cek kalau ada laporan seperti itu,” ujar Syahrul.