Jakarta – Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin menilai potensi terjadinya kelangkaan pupuk pada tahun 2021 masih cukup besar karena perbedaan yang signifikan antara kebutuhan dengan alokasi yang diberikan Pemerintah.
Seperti diketahui, berdasarkan usulan sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dari seluruh daerah, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton jauh lebih besar dari anggaran APBN 2021 yang hanya mampu memenuhi subsidi sekitar 9 juta ton ditambah 1,5 juta liter pupuk organik cair.
“Benar, kelangkaan pupuk masih akan terjadi pada 2021 ini. Karena perbedaan kebutuhan dengan kemampuan keuangan Negara,” kata Bustanul dikutip dari Antara, Kamis (28/1/2021).
Di saat yang sama, pemerintah bersama produsen pupuk telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalisasi dan efisiensi anggaran subsidi pupuk. Upaya pertama yakni dengan menurunkan HPP produksi salah satunya melalui melalui insentif harga gas bagi industri pupuk. Langkah ini berhasil menciptakan efisiensi sebesar Rp 2,4 triliun berkat penurunan HPP mencapai 5%.
Kemudian, pemerintah juga melakukan perubahan formula NPK 15:15:15 menjadi NPK 15:10:12 sehingga menghasilkan efisiensi sebesar Rp2,2 triliun.
Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap HET pupuk bersubsidi sebesar Rp300-450 per kg, dan menghasilkan efisiensi Rp2,5 triliun. Sederet upaya tersebut menghasilkan total efisiensi sekitar Rp7,3 triliun yang dapat menutupi kekurangan APBN untuk subsidi pupuk 2021.
Bustanul menilai dengan kenaikan HET pupuk subsidi dan dengan simulasi harga gas yang turun, maka volume pupuk bersubsidi bisa bertambah sampai 13 juta ton, dengan anggaran yang sama, yakni Rp25,3 triliun.
“Analisis skenario itu menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik menjadi 13,6 juta ton jika harga gas turun mengikuti harga gas tingkat internasional,” kata Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila tersebut.
Lanjut halaman berikutnya>>>