Komandanpangan.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia memberikan klarifikasi terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa produk tekstil dan pakaian asal Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat dikenakan tarif sebesar 47 persen.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono, menyatakan bahwa angka tersebut tidak akurat.
“Kami luruskan, bukan 47 persen, melainkan (untuk tekstil) 15–30 persen,” ujar Djatmiko dalam keterangan pers di Jakarta dikutip Selasa (22/04).
Amerika Serikat menerapkan tiga kategori tarif impor baru, yakni tarif dasar baru, tarif resiprokal, dan tarif sektoral. Menurut Djatmiko, tarif yang saat ini berlaku untuk produk tekstil dari Indonesia adalah tarif dasar baru atau new baseline tariff sebesar 10 persen. Kebijakan ini mulai berlaku pada 5 April 2025.
Sementara itu, tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia belum diberlakukan. Pemerintah Amerika Serikat telah memutuskan untuk menunda implementasi tarif tersebut selama 90 hari, sebagaimana tertuang dalam kebijakan terbaru mereka.
Sebelum pemberlakuan tarif dasar baru, produk tekstil dan pakaian asal Indonesia sudah dikenakan tarif antara 5–20 persen. Dengan tambahan tarif dasar baru sebesar 10 persen, maka rentang tarif yang berlaku saat ini menjadi 15–30 persen.
“Jadi, tingkat tarif yang beragam untuk satu sektor, contoh untuk tekstil dan pakaian, itu akan ditambah 10 persen, sehingga nanti range yang baru adalah 15–30 persen,” jelas Djatmiko.
Selain produk tekstil, kenaikan tarif juga berlaku untuk beberapa kategori produk lainnya. Produk alas kaki, misalnya, mengalami kenaikan dari 8–20 persen menjadi 18–30 persen.
Furnitur kayu mengalami perubahan tarif dari 0–3 persen menjadi 10–13 persen, sementara produk perikanan meningkat dari 0–15 persen menjadi 10–25 persen. Adapun produk karet kini dikenai tarif 12,5–15 persen dari sebelumnya 2,5–5 persen.
Djatmiko menambahkan, jika tarif resiprokal diterapkan mulai 9 Juli 2025, tarif untuk produk tekstil akan mengalami kenaikan signifikan, mencapai kisaran 37–52 persen.
Dalam hal ini, tarif dasar baru sebesar 10 persen akan ditiadakan, sehingga perhitungan tarif akan berdasarkan tarif awal (5–20 persen) ditambah 32 persen dari tarif resiprokal.
“Untuk tekstil yang tadinya 5–20 persen, ditambah 32 persen (tarif resiprokal) menjadi 37–52 persen,” ungkapnya.
Klarifikasi ini disampaikan menyusul perbincangan yang ramai di media sosial terkait tarif 47 persen yang disebut dalam konferensi pers oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Dalam konferensi tersebut, Airlangga menyebutkan bahwa tarif rata-rata untuk produk garmen asal Indonesia dapat mencapai 47 persen. Pernyataannya merujuk pada skema perhitungan tertentu, termasuk penerapan tambahan tarif sebesar 10 persen.
“Maka, dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, tarifnya itu menjadi 10 persen ditambah 10 persen ataupun 37 persen ditambah 10 persen,” papar Airlangga.
Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan semua pihak dapat memahami bahwa tarif produk tekstil Indonesia di Amerika Serikat saat ini tidak mencapai 47 persen, melainkan berada di kisaran 15–30 persen. Pemerintah terus memantau perkembangan kebijakan tarif ini dan berupaya melindungi kepentingan eksportir Indonesia.