Bandung – Jawa Barat memiliki salah satu putra kebanggaannya yang saat ini duduk sebagai Ketua Umum Duta Petani Milenial Kementrian Pertanian (Kementan) RI. Adalah Sandi Octa Susila, pria kelahiran Kabupaten Cianjur yang mulai menapaki jejak sebagai petani enam tahun lalu saat berusia 22 tahun dan masih duduk di bangku kuliah semester lima Institut Pertanian Bogor (IPB).
Diusianya sekarang yaitu 28 tahun, Sandi telah mengelola 120 hektare tanah pertanian dan menjadi penggerak dari 385 petani. Selama lima tahun tersebut, ia pun mendirikan perusahaan Mitra Tani Parahyangan yang bergerak di sektor holtikultura. Tak cukup sampai di situ, pada 2020 ia menorehkan prestasi sebagai penerima Kick Andy Heroes.
“Dalam kurun waktu satu tahun diamanahkan menjadi petani milenial untuk memberikan resonansi. Usaha yang saya bangun sudah berjalan lima tahun memulai di tahun 2015 pada saat itu saya sedang semester lima di Institut Pertanian Bogor,” ujar Sandi dalam webinar Jabar Digital Service “Petani Milenial, Wajah Baru Petani Milenial Masa Kini” secara virtual, belum lama ini.
“Saya rasa kalau bicara mengenai petani milenial sebetulnya dalam UU ada batasan umur. Dikatakan milenial saat usia 17-39 tahun. Ketika kita disebut petani milenial tentu memiliki keakraban dengan komunikasi media dan teknologi digital,” tambah Sandi.
Di bawah perusahaan yang ia bangun, Sandi menargetkan pangsa pasar dari modern market seperti mall, hotel dan restoran. “Saat ini market kita ada di Bogor dan kita ekspansi ke Jawa Tengah kita coba gandeng petani Brebes lalu kita pasarkan ke industri-industri besar,” katanya.
Lebih lanjut, dalam merintis usahanya sebagai petani milenial, Sandi belajar membuat strategi bisnis berkelanjutan. “Inilah yang saya buat (strategi bisnis) dari data, segmentasi pasar, target klien, posisi produk, create a superteam, dan technology aware,” ujarnya.
Dia mengatakan, pendidikannya di IPB banyak membantu dalam memulai usaha pertanian. Perihal data, ia banyak belajar saat kuliah. “IPB memperkuat data itu semua, orientasi pada sciene. Bagaimana ke depan dan optimalisasi teknologi pada pertanian,” ujarnya.
Sandi pun membuat catatan bagi penerus petani milenial di Jawa Barat, bahwa menurutnya petani milenial harus berhati-hati pada idealism above consumer. “Apa itu? kita terlalu idealisme. Terlalu banyak idealisasi menciptakan produk untuk kemanfaatan konsumen, tetapi lupa bahwa ada tiga hal yang paling penting yaitu great attitude (etika saat berkomunikasi) baik dalam bernegosiasi, mengajak, dan komunikasi bisnis,” jelasnya.
Selain itu, ada pula usaha dalam membentuk service excellence (pelayanan kepada konsumen), lalu hal penting yang pada akhirnya menciptakan cooperation yang baik (jalin kerjasama yang baik). Perihal teknologi yang biasa dikaitkan dengan generasi milenial, Sandi bercerita bahwa ia tak pernah membayangkan akan memiliki aplikasi sendiri dalam pertaniannya.
“Dulu tidak pernah bermimpi saya memiliki aplikasi dengan biaya yang mahal itu, akhirnya kita bekerja sama dengan Kedai Sayur Indonesia Sinergi Tani Indonesia. Hari ini kita sudah meluncurkan aplikasi sayuran di cianjur dan beberapa wilayah terbatas. Bicara kolaborasi jadi hal yang wajib. Saya menggunakan big data, kalau dulu 8 hektar saya harus keliling, sekarang tinggal buka laptop dan masuk ke dashboard untuk memantau kegiatan,” ungkapnya.
Dia pun mengatakan, saat ini sudah saatnya untuk menghentikan pemikiran konservatif mengenai petani yang kumuh atau tidak bonafit. Ada banyak potensi pertanian yang bisa dilirik para milenial sebut saja sektor pangan, perkebunan (karet, kelapa), kehutanan, peternakan hingga perikanan.
“Ketika tidak yakin, ini ada salah satu alternatif solusi yaitu perdagangan produk pertanian. Bisa mulai berdagang produk pertanian dengan menjadi distributor,” imbuhnya.
Sandi pun turut mendukung gerakan 5000 petani milenial Jawa Barat. “Saat ini sedang inventarisasi lahan yang tidak digunakan. Arah petani milenial Jabar ke peternakan (sapi dan domba), perkebunan (barista), kehutanan (madu dan porang), tanaman pangan (jagung), dan holtikultura (sayuran yang banyak diminati),” pungkasnya.
(mud/mud)