Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman memblacklist lima perusahaan importir karena melakukan pelanggaran berupa impor tidak sesuai dengan peruntukan, mempermainkan harga, dan memanipulasi wajib tanam. Amran mengatakan, akan terus memblacklist perusahaan yang bermasalah lainnya.
“Kementan mendukung penuh upaya penegakan hukum. Kami memberi apresiasi kepada jajaran Polri beserta Satgas Pangan. Kini lebih dari 497 kasus pangan diproses hukum,” kata Amran dalam keterangan tertulis, Rabu (27/6/2018).
Proses blacklist yang dilakukan ini bertepatan dengan hari Krida Pertanian, 21 Juni 2018. Selain itu, pada hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2018, Mentan juga menyerukan perang terhadap mafia pangan dengan memblacklist 7 importir bawang putih, karena mempermainkan harga jual.
Untuk diketahui, saat ini Mentan tengah gencar menggalakkan program swasembada pangan untuk beberapa komoditas strategis Indonesia. Ketegasan Mentan adalah upaya untuk melindungi jutaan perut bangsa ini, dan karenanya perlu dukungan banyak pihak.
Menurut Amran, sektor pangan adalah sektor yang menggiurkan, sehingga tidak heran jika praktek dan permainan dalam memperebutkan keuntungan dari sektor ini, menjadi rebutan banyak orang.
“Tak perduli berapa besar jerih payah petani kita, para mafia pangan akan mencari celah untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya,” kata Amran.
Sementara itu, Mentan sudah sejak lama mengetahui bahwa pelaku kartel berusaha melakukan penyabotan, penimbunan, pendistorsian informasi, termasujk juga menyuap para pengambil kebijakan, memanipulasi data, hingga mementahkan segala upaya pemerintah untuk mencapai swasembada.
Menurutnya, praktek kartel membuat mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Petani sebagai produsen pangan merugi karena harga yang terlampau rendah, masyarakat luas sebagai konsumen juga dirugikan karena harga pangan yang terlalu tinggi. Menyentuh sisi gelap antara keduanya adalah solusi yang tepat.
Diperlukan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan ini selain penindakan atau penegakan hukum, antara lain, pertama, komitmen pemerintah untuk membuat data terpadu dalam mengambil kebijakan. Kedua, sinergi antar kementerian dan lembaga dalam mencegah praktek kartel. Ketiga, pelibatan para pemerhati pertanian serta media dalam membangun optimisme ke masyarakat.
Tanpa menyadari pentingnya hal tersebut, sulit rasanya melibatkan masyarakat dalam membangun kedaulatan pangan. Ketika musim panen datang, para pelaku kartel membuat opini di masyarakat bahwa produksi tidak mencukupi kebutuhan atau standar kualitas sehingga diperlukan impor.
Opini semacam ini ditegaskan lagi dengan harga di pasaran yang secara anomali melonjak. Para mafia biasanya menimbun pangan untuk mengendalikan pasokan dan harga. Masyarakat seakan diajak mengamini kepentingan kartel.
Amran mengatakan, tindakan mafia pangan ini hanya menyengsarakan petani juga masyarakat. Dukungan dari berbagai elemen tokoh politik dan masyarakat terus berdatangan.
Menko Polhukam, Wiranto dalam acara Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Pengamanan Idul Fitri 1439 H, di Mabes Polri Jakarta, Senin (25/6), mendukung upaya yang dilakukan oleh Mentan dalam memberantas mafia pangan.
Dengan nada dan semangat yang sama, Kapolri, Panglima TNI, Ketua DPR, Ketua DPD, HKTI, dan banyak elemen masyarakat lainnya menyuarakan dukungan kepada upaya perang terhadap mafia pangan yang didengungkan oleh Mentan.
“Jika Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendapat dukungan dari Kapolri, Panglima TNI dan Menkopolhukam, maka persoalan bahan pangan akan dapat kita tangani di periode kepemimpinan Jokowi-JK,” ujar Amran.
Mengawal semangat di masa lalu, izin impor seakan lazim digunakan untuk mencari upeti para pejabat, Mentan tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Langkah Kementan untuk berbenah diri memberantas mafia pangan sudah dimulai dan tidak boleh berhenti.
Dalam catatan Mentan, sudah 1.295 pegawai Kementan sudah demosi, mutasi dan bahkan pecat, termasuk dua pejabat Eselon I yang diberhentikan karena kasus korupsi. Hal ini untuk memastikan Kementan kredibel dan dipercaya untuk menghabisi mafia pangan.
Selain itu, pada 2017, Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang terdiri dari Mabes Polri, Kementan, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggerebek pabrik beras PT Info Beras Unggul di Jalan Rengasbandung Km 60, Kedungwaringin, Bekasi.
Dalam penggerebekan tersebut, beras sebanyak 1.162 ton jenis IR 64 yang akan dijadikan beras premium dan dijual dengan harga tiga kali lipat di pasaran berhasil diamankan. Pihak kepolisian mencatat bahwa label kemasan tertulis kandungan karbohidrat dalam beras itu 25 persen, sementara berdasarkan hasil pengecekan laboratorium kandungan karbohidratnya 81,45%.
(idr/idr)