Komandanpangan.com – Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap bahwa sebanyak 112 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah ditutup karena terbukti melanggar standar operasional prosedur (SOP), sehingga menimbulkan potensi risiko keamanan pangan bagi penerima manfaat program Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut pernyataan Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, yang ditemui usai acara peringatan satu tahun capaian Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta pada Selasa, “Ada 112 yang sudah ditutup per hari ini. Dari 112 itu, yang menyatakan siap dibuka lagi 13, tapi nanti kita mau cek lagi. Nah, nanti kalau yang ditutup ini kemarin bermasalah, kemudian dikasih izin lagi untuk buka, tentu dengan syarat, dia sudah punya sertifikasi yang telah ditetapkan.”
Nanik menjelaskan bahwa ada tiga jenis sertifikasi utama yang harus dimiliki oleh setiap SPPG sesuai dengan SOP pemerintah. Ketiga sertifikasi tersebut adalah: Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal.
Ia menambahkan bahwa “sertifikasi air bersih juga harus dimiliki. Selain itu, dapurnya juga harus sesuai dengan petunjuk teknis, karena masih banyak dapur yang ruang untuk pemorsiannya itu belum pakai pendingin, dan sekarang harus berpendingin, karena kalau tidak, itu berpotensi untuk membuat makanan cepat basi.”
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sebelumnya hanya sebanyak 35 dapur yang memiliki SLHS, sebab banyak dapur tersebut dulunya merupakan rumah makan atau restoran yang memang telah berjalan dan diwajibkan memiliki sertifikat tersebut.
“Sekarang kan jumlah SPPG ada 12.510, kalau dulu memang tidak mengharuskan SLHS, karena BGN punya standardisasi sendiri, tetapi sekarang, setelah ada kejadian (keracunan) itu kan harus ada SLHS, karena ada yang tidak menjalankan SOP, misalnya masaknya terlalu dini, kemudian ada juga yang ternyata belum mencuci ompreng pakai steamer (pemanas) dan belum disterilisasi kalau setelah dicuci,” papar Nanik.
Sementara itu, Zulkifli Hasan (sering disebut Zulhas), Menko Bidang Pangan, menyatakan bahwa insiden keracunan dalam program MBG bukan sekadar persoalan angka. “Bukan soal angka, karena tidak boleh ada satu pun anak kita yang mendapatkan masalah,” tegas Zulhas.
Ia menegaskan bahwa tata kelola program MBG dari pusat hingga daerah harus diperbaiki secara menyeluruh. Menurutnya, berdasarkan Keputusan Presiden lima hari sebelumnya, Zulhas sebagai ketua tim akan melakukan koordinasi antardaerah.
“Nanti MBG kita bagi penyelenggara yang dipimpin BGN, ada pengawasan yang punya kaki sampai ke desa, itu Kementerian Kesehatan lewat puskesmas, dan Kementerian Dalam Negeri lewat Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Zulhas menegaskan bahwa tata kelola MBG harus terus diperbaiki agar target cakupan program yakni 82,9 juta penerima manfaat, diperkirakan akan tercapai pada 26 Maret 2026 — dengan catatan “nol risiko” terhadap penerima manfaat. “Pada 26 Maret itu kita targetkan dapat mencapai 82,9 juta penerima manfaat dengan nol risiko,” katanya.
Dengan penutupan 112 SPPG dan penguatan persyaratan sertifikasi, BGN bersama mitra terkait menegaskan komitmen untuk menjaga standar pelayanan gizi nasional. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam memastikan bahwa makanan yang disediakan melalui program MBG benar-benar aman, higienis, dan sesuai dengan standar pangan yang berlaku.
Perbaikan di seluruh rantai tata kelola — mulai dari sertifikasi dapur, sarana air bersih, sistem pendingin pemrosesan, hingga pengawasan lapangan — akan menjadi kunci untuk mencapai target besar dengan kualitas yang tidak dikompromikan.