Bandung –
Kedelai impor dari Kanda, tiba di Kota Bandung, hari ini, Senin (4/12/2020). Hal itu, dikatakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdagin) Kota Bandung Elly Wasilah.
“Barusan kami meninjau salah satu importir yang ada di Kota Bandung yaitu Depo Kacang Indonesia, importir yang memang langsung mengirim kedelai dari Amerika dan Kanada. Barusan sudah masuk 500 ton kacang kedelai dari Kanada, barusan sedang diturunkan dari kontainer gede,” kata Elly usai peninjauan pabrik Tahu Cibuntu di Kecamatan Babakan Ciparay.
Elly menyebut, kedelai Kanada yang baru sampai di Bandung dijual dengan harga sama baik yang dijual kepada pengusaha kecil atau besar.
“Mau yang belinya porsi besar atau kecil dijual dengan harga Rp 9.100 per kilogram,” ungkapnya.
Elly menuturkan, harga kedelai sempat Rp 8.300 per kilogram di Bulan November 2020, lalu naik Rp 8.900 per kilogram di Bulan Desember 2020 dan Rp 9.100 per kilogram di Bulan Januari 2021.
Saat disinggung, mengapa harga tetap naik, padahal kacang kedelai dari Kanada baru sampai di Bandung? Elly menjelaskan, stok kedelai yang datang dari Kanada belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.
“Karena kita sebagian besar impor dari Amerika serikat. Berdasarkan informasi dari Kementan Perdagangan pada Bulan Desember kemarin China itu mengimpor dari Amerika Serikat dua kali lipat, yang biasanya 15 juta ton menjadi 30 juta ton, sehingga pasokan dari Amerika Serikat termasuk ke Indonesia agak terhambat, sekarang masuk dari Kanada,” jelasnya.
“Tidak (kebutuhan pasar), karena pasokan Amerika Serikat lebih besar. Dari Amerika belum masuk, yang harusnya bulan ini masuk, kemungkinan baru bulan depan masuk,” tambahnya.
Disdagin kepada importir kedelai di Kota Bandung Depo Kacang Indonesia, meminta agar kedelai yang sudah ada dapat didistribusikan di Kota Bandung.
“Sudah, kami minta, dia omzet per bulannya 2.000 ton dengan 1.800 tonnya untuk Kota Bandung dan 200 ton untuk di luar Kota Bandung. Jadi prioritas akan dari 2.000 ton, 1.800 ton untuk perajin di Kota Bandung. 90 persen untuk Kota Bandung,” ujarnya.
“Jadi intinya, kebijakan impor ada di pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak punya kebijakan tapi kami minta untuk perajin di Kota Bandung. Kebutuhan Kota Bandung 8.000 ton per bulan,” pungkasnya.
(wip/mud)