JAKARTA, iNews.id – Di masa lalu, daerah perbatasan merupakan wilayah yang diawasi secara ketat karena rawan keamanan. Keadaan ini menjadikan paradigma pembangunan daerah perbatasan waktu itu lebih diutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan secara komprehensif.
Semangat membangun daerah perbatasan ini diwujudkan dengan terbitnya berbagai peraturan. Dimulai dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan Tujuh Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Penunjang di Kawasan Perbatasan Negara. Selanjutnya, disusul dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 (Sebelas) Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan.
Tujuan utama Kementerian Perdagangan melaksanakan pembangunan di Kawasan Perbatasan sesuai RPJMN adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur Tentunya, melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetititif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
Permasalahan yang terjadi di Sambas, Mahakam Ulu dan Nunukan yang saat ini adalah adanya kebijakan lock down oleh Malaysia akibat pandemi Covid-19 yang imbasnya adalah tidak dapat melakukan kegiatan perdagangan lintas batas maupun perdagangan umum (ekspor dan impor) dari dan ke Malaysia. Dalam rangka mendukung kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting ke daerah tertinggal, terluar, terpencil, dan perbatasan, dengan tujuan mengurangi disparitas harga dan menjaga ketersediaan pasokan, Kementerian Perdagangan mengoptimalkan program Gerai Maritim yang didukung oleh program Tol Laut dari Kementerian Perhubungan.
Program Tol Laut memiliki 26 trayek dan 2 hub, yaitu Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Gerai Maritim diutamakan untuk melakukan distribusi barang kebutuhan pokok, seperti beras, daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, bawang merah, gula, cabe, minyak goreng, tepung terigu, kedelai bahan baku tahu tempe, dan ikan segar. Selain itu, Gerai Maritim juga dapat digunakan untuk distribusi barang penting yang meliputi benih, pupuk, LPG 3 kg, triplek, semen, besi baja konstruksi, dan baja ringan.
Di samping barang kebutuhan pokok dan barang penting, untuk memenuhi kebutuhan daerah tertinggal, terluar, terpencil, dan perbatasan, Gerai Maritim juga boleh mengangkut barang lainnya. Hal itu tercantum dalam Permendag Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penetapan Jenis Barang yang Diangkut Dalam Program Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan
Dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah perbatasan, Kementerian Perdagangan pada tahun 2020 telah mengalokasikan dana untuk merevitalisasi/membangun sembilan unit pasar rakyat melalui Tugas Pembantuan (Kab. Batu Bara, Kab. Rokan Hilir, Kota Batam, Kab. Natuna, Kab. Rote Ndao, Kab. Kepulauan Sangihe, Kab. Maluku Barat Daya, Kab. Biak Numfor dan Kota Jayapura). Pembangunan sarana perdagangan berupa pasar rakyat dan gudang dapat diusulkan kepada Menteri Perdagangan dengan melampirkan proposal dari Bupati/Walikota.
“Oleh karena itu, kami berharap kegiatan ini dapat memberikan solusi jangka pendek maupun jangka panjang dan memperoleh beberapa alternatif mekanisme yang tepat dalam mendistribusikan barang kebutuhan pokok ke daerah perbatasan sekaligus mengoptimalisasi perdagangan kedua negara, Indonesia – Malaysia dengan memanfaatkan perjanjian yang sudah ditandatangani,” ujar Direktur Sarana Distribusi dan Logistik dalam sambutannya membuka acara.