Site icon Pangan Bisa!

Kementan Imbau Petani Tidak Jual Buah ‘Karbitan’, Ini Alasannya

Jakarta – Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengimbau petani agar memetik buah saat memang sudah umur panen atau matang fisiologis. Ia pun meminta petani tidak menjual buah ‘karbitan’ atau buah muda yang dipaksa matang.

Pria yang akrab disapa Anton itu mengatakan jajarannya secara konsisten membimbing petani atau pedagang buah untuk menghindari praktek pematangan buah menggunakan bahan kimia berbahaya seperti amonia atau sulfur dioksida atau bahan kimia berbahaya lainnya.

Menurutnya penggunaan dua bahan kimia tersebut akan sangat berbahaya jika sampai tertelan oleh manusia. Saking berbahayanya, lanjutnya, bahan kimia itu dapat merusak sistem saraf dan mempengaruhi fungsi hati maupun ginjal. Selain itu, buah yang dipaksa matang juga akan berpengaruh terhadap kualitas dan juga rasa.

“Nilai gizinya juga akan berkurang karena dalam proses pematangan paksa. Proses terbentuknya gula alami menurun dan sintesis vitamin berkurang. Siapa yang rugi? Tentu semua pihak akan dirugikan,” terang Anton dalam keterangan tertulis, Rabu (27/1/2021).

Anton pun mengungkapkan secara umum buah-buahan lokal hasil bumi Indonesia sangat aman dikonsumsi karena biasanya dari kebun langsung didistribusikan ke pasar.

“Rantai pasoknya juga tidak terlalu panjang sehingga tidak perlu perlakuan khusus penambahan zat-zat kimia tertentu apalagi sampai menggunakan zat kimia berbahaya,” ujar Anton.

Ia pun menuturkan kandungan yang terdapat pada buah-buahan bisa meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan virus COVID-19, sehingga kebutuhan akan buah menjadi prospek yang baik bagi para petani. Untuk itu, Anton mengajak petani buah di seluruh Indonesia memanfaatkan momentum pasar saat ini.

“Kita punya buah tropis yang luar biasa besarnya, mulai dari manggis, durian, alpukat, nanas, pisang, jeruk bahkan apel dan stroberi. Volume produksi sementara menginjak 2021 ini menunjukkan 23 juta ton. Ini saatnya buah-buahan lokal merajai pasar dalam negeri,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Buah dan Florikultura Liferdi Lukman tidak menampik peluang adanya praktek curang dalam perniagaan buah-buahan. Dirinya mengimbau agar konsumen lebih teliti sebelum mengkonsumsi buah.

“Ciri-ciri buah yang matang akibat penggunaan bahan kimia di antaranya warna buahnya tampak lebih seragam. Tampilannya tidak menarik alias pucat, aroma buahnya ringan dan tercium bau kimia dan rasa buahnya hambar. Meskipun kulitnya tampak menguning namun bagian tengahnya terasa keras. Buah tersebut juga tidak tahan simpan, lebih cepat busuk,” ungkapnya.

Liferdi menuturkan masyarakat pecinta buah dituntut jeli agar bisa mengidentifikasi buah yang dimatangkan dengan bahan kimia berbahaya tersebut. Ia mengungkapkan obat yang dipakai sebetulnya aman namun pemakaiannya yang salah.

“Harusnya, untuk pisang dilakukan penyemprotan pada pangkal buah bagian atas. Sementara pada mangga, penyemprotan dilakukan pada pangkal malai namun untuk mangga tidak disarankan. Bila tidak tepat waktunya pemasakan, akan membuat jatuh buahnya,” jelas Liferdi.

Ia menambahkan secara alamiah tumbuhan memiliki hormon pertumbuhan yang disebut dengan etilen. Hormon ini bertanggung jawab mengatur pemasakan buah, pemekaran mahkota bunga, menebalnya batang pohon, serta mempercepat gugurnya daun.

Produksi etilen juga meningkat saat buah siap matang. Peningkatan ini memicu transformasi buah yang keras, hijau, kusam berubah menjadi buah yang lembut, mencolok dan lezat untuk dimakan.

Melihat besarnya manfaat dari senyawa etilen ini dan seiring dengan perkembangan teknologi, etilen dapat diproduksi secara buatan. Etilen buatan (artificial ethylene) mengandung senyawa Ethephon, yang berfungsi sama dengan etilen. Wujudnya berupa larutan cair dan dapat melepaskan hormon senyawa etilen di dalam tubuh tanaman.

Penggunaan etilen untuk mematangkan buah dinilai masih wajar dan buahnya aman dikonsumsi. Dengan syarat, tetap mengikuti dosis dan aturan penggunaan yang ditentukan.

(fhs/ega)

Exit mobile version