Site icon Pangan Bisa!

Produsen Tahu Tempe Teriak Gara-gara Harga Kedelai Melonjak

Jakarta

Produsen tahu tempe teriak gara-gara harga kedelai melonjak. Contohnya di Sukoharjo Jawa Tengah, selain mogok, sebagian produsen tahu tempe yang tergabung dalam Komunitas Tahu Tempe Kartasuro (KTTK) juga mengadu ke DPRD.

Mereka menyambangi Kantor DPRD Sukoharjo sekitar pukul 10.00. Mengendarai sejumlah mobil roda empat dan roda dua, langkah mereka terhenti di depan gedung yang terletak di Kelurahan Mandan, Kecamatan Sukoharjo kota.

Tidak semua perwakilan yang datang bisa beraudiensi dengan para wakil rakyat, dan hanya diwakili oleh pimpinan komunitas. Para perajin menyanggupi permintaan dari Kepolisian agar hanya perwakilan saja.

Di ruang C, perwakilan perajin beraudiensi dengan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sukoharjo Eko Sapto didampingi Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Sukoharjo Idris Sarjono. Puryono, Koordinator Komunitas Tahu Tempe Kartasuro, menyampaikan membawa aspirasi dari teman-teman dengan adanya permasalahan mengenai naiknya harga bahan baku produksi, yaitu kedelai dan juga minyak goreng.

Menurut Puryono, harga kedelai saat ini mencapai kisaran Rp 9.300 per kilogram. Harga ini sudah terlampau jauh dari harga normal yaitu Rp 6.500 sampai Rp. 7.000 per kilogram, kenaikan dimulai awal pandemi dan puncaknya awal Desember dan akhir tahun ini. Sedangkan untuk minyak goreng mencapai kisaran Rp 13.500 dari harga normal Rp 9.000.

“Dengan kenaikan harga kedelai yang cukup signifikan saat ini, pemerintah memperhatikan nasib kami saat ini. Terkait dengan harga kedelai yang cukup tinggi, setidaknya pemerintah bisa memberikan tekanan terhadap kenaikan harga kedelai yang cukup tinggi ini. Agar kembali turun mendekati normal-lah,” kata Puryono.

Wakil ketua DPRD Sukoharjo, Eka Sapto Nugroho, yang menerima perwakilan mengatakan bahwa mereka merasakan apa yang dirasakan oleh rekan pengrajin. Kenaikan harga kedelai ini membuat perajin nangis bener, tidak hanya Kartasuro namun juga Sukoharjo dan juga Nasional ikut merasakannya.

“Semua produk UMKM di yang berbehan kedelai ikut tertekan. Kami merekomendasikan nantinya aspirasi akan disampaikan sesuai jalur terkait dengan Disperindag dan juga Bulog agar mereka juga menyampaikan secara hirarki karena kedelai komuditas yang sangat terkait dengan harga dunia,” jelasnya.

Sementara itu di Purwokerto, perajin dan pedagang tahu terpaksa menaikkan harga jual setelah harga bahan baku kedelai impor mengalami kenaikan signifikan sejak beberapa waktu terakhir. Mereka terpaksa menaikkan harga untuk menutup biaya produksi.

“Saya naikkan harganya antara Rp 50 sampai Rp 200 per buah, karena operasional enggak nutup. Dua bulan lalu harga kedelai masih Rp 6.000, sekarang sudah Rp 10.000 per kg, naik signifikan menjelang Natal kemarin,” kata Teguh Setiyanto, seorang perajin tahu di Jalan Kaliputih, Kecamatan Purwokerto Timur, kepada wartawan, Senin (4/1/2021).

Teguh mengatakan jika harga tahu berukuran kecil yang semula Rp 200 dinaikkan menjadi Rp 250. Kemudian tahu yang berukuran lebih besar dijual Rp 600 dari sebelumnya Rp 500.

Sedangkan tahu berukuran besar dijual Rp 1.000 dari harga sebelumnya Rp 800. Akibatnya ada beberapa penjual yang tidak lagi mengambil tahu dari tempat produksinya.

“Dengan kenaikan harga ini otomatis penjual berkurang, walau pun tidak signifikan. Ada satu, dua pedagang yang tidak mengambil lagi,” ucapnya.

Sementara menurut Tati, seorang perajin sekaligus pedagang tahu di Pasar Wage Purwokerto juga mengungkapkan hal yang sama. Akibat kenaikan harga kedelai menyebabkan keuntungan yang diperolehnya menjadi semakin sedikit.

Meski keuntungan sedikit, dia mengaku tidak dapat menaikkan harga secara signifikan, karena sebagian besar pelanggannya adalah pemilik warung makan.

“Harga kedelai naik, keuntungan jadi semakin tipis. Saya tidak mengubah ukuran, hanya menaikkan harganya, untuk satu plastik isi 10 yang tadinya Rp 7.000 jadi Rp 7.500,” ujarnya.

Langsung klik halaman berikutnya

Exit mobile version