Jakarta –
Impor kedelai hingga kini masih masif dilakukan di Indonesia. Bahkan, pembuat tempe dan tahu pun menjadi ketergantungan untuk menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku.
Kasubdit Kedelai Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Mulyono memaparkan strategi pihaknya untuk menekan impor kedelai.
Dia mengatakan di tahun 2021 pihaknya akan mengebut produksi kedelai di Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan. Totalnya di tiga tempat tersebut ada 48 ribu hektare lahan tanaman kedelai.
“Percepatan produksi 2021 di klaster dengan integrator di Sulut 9.000 ha, Sulbar 30.000 ha, dan Sulsel 9.000 ha,” kata Mulyono kepada detikcom, Minggu (3/1/2021).
Selanjutnya, Mulyono menjelaskan Kementan akan melakukan riset benih unggul dan teknologi budidaya komoditas kedelai. Targetnya dua upaya tersebut mampu mendorong produktivitas kedelai menjadi 2 ton per hektare.
“Produktivitas kedelai semula 1,5 ton per hektare dinaikkan menjadi 2 ton per hektare melalui riset benih unggul dan teknologi budidaya,” ujar Mulyono.
Kemudian pihaknya akan menjembatani para pembuat tempe dan tahu untuk bermitra dengan petani lokal memasarkan 271.879 ton produk petani 2020 di 8 sentra kedelai lokal dengan harga kompetitif.
Soal pengendalian impor, pihaknya mengusulkan agar kedelai masuk ke dalam komoditas berlabel lartas alias pelarangan dan pembatasan. “Perlu pengendalian impor melalui kebijakan dari non lartas menjadi lartas,” katanya.
Selanjutnya dia mengusulkan untuk mewajibkan setiap importir kedelai bermitra dengan petani sekaligus menyerap produk kedelai lokal dengan harga yang yang sudah ditetapkan.
Simak Video “Harga Kedelai Naik, Perajin Tahu di Bogor Menjerit“
[Gambas:Video 20detik]
(dna/dna)